Keterampilan Mendengarkan Secara Aktif
Keterampilan
mendengarkan secara aktif merupakan hal mendasar yang harus diterapkan dalam
proses konseling. Untuk mempraktikkannya, perlu latihan dan waktu praktik yang
rutin. Selain itu, konselor perlu banyak membaca uraian yang membahas tentang
bagaimana mengembangkan teknik mendengarkan secara aktif dan efektif. Teruslah
mengasah keterampilan tersebut dan keterampilan Anda yang lain untuk menolong
konseli yang datang kepada Anda. Dengan demikian, keterampilan Anda akan
semakin luas dan luwes untuk dipakai melayani Tuhan dan sesama. Adapun hal-hal
yang perlu diperhatikan untuk menjadi konselor yang efektif antara lain adalah:
1.
Perhatian
Memberikan perhatian merupakan usaha yang serius dan menuntut kerja
keras. Ini berarti bukan sekadar mendengarkan, namun juga mengomunikasikan
keterlibatan yang aktif. Dalam konseling, konselor sangat perlu memberikan
perhatian kepada konseli sehingga ia dapat memahami apa yang dialami konseli,
dapat menunjukkan rasa hormat, dan dapat terus terpusat pada satu atau dua
pokok perhatian tertentu. Ketiga hal ini sangat vital demi keberhasilan dalam
memberikan pertolongan.
Bagaimana cara memerhatikan dengan efektif?
Pertama, teruslah menjaga kontak mata. Kontak mata menunjukkan bahwa
Anda sedang mendengarkan apa yang sedang dikatakan konseli dan membuat Anda
tampak dapat dipercaya. Hal ini harus diperhatikan secara konstan, tetapi bukan
berarti terus-menerus menatap mata konseli. Tidak masalah bila Anda sesekali
melihat ke arah yang lain, namun jika Anda terlalu banyak melakukannya, konseli
biasanya akan menganggap Anda tidak memerhatikannya. Perhatikan kapan konseli
membuang pandangannya dari Anda, maka Anda dapat mengetahui apa yang membuat
dia merasa malu, terancam, atau mencuri perhatiannya.
Kedua, gunakan bahasa tubuh dengan fasih. Untuk menunjukkan kepedulian
dan keterlibatan Anda, temuilah konseli secara tatap muka dan duduklah dengan
santai tetapi sopan, dengan menghadapkan badan Anda ke arahnya. Pakailah
gerakan-gerakan yang mengekspresikan semangat.
Ketiga, ikutilah apa yang dikatakan konseli. Dengan demikian, ia
melihat bahwa Anda tertarik dan memberi perhatian terhadap perkataannya. Jangan
pernah memotong pembicaraan konseli Anda, atau melompat-lompat dari satu pokok
ke pokok lainnya, dan jangan membicarakan tentang pribadi dan pengalaman Anda
sendiri.
2.
Respons-Respons Selanjutnya
Maksudnya, setelah Anda mendengarkan konseli, berikanlah respons yang
dapat mendorong konseli untuk terus menceritakan permasalahannya.
Respons-respons tersebut antara lain menganggukkan kepala, mengatakan "O,
ya?", "Hmm", "Benar begitu?", "Lalu?", atau
"Oke, saya mengerti". Akan tetapi, Anda perlu bijaksana dalam
menggunakannya, sesuaikan dengan situasi yang terjadi.
3.
Menyatakan Kembali
Setelah konseli menceritakan kisahnya, ada baiknya Anda mengulangi apa
yang dikatakannya. Dengan demikian, konseli bisa memperbaiki atau menjelaskan
maksud penjelasan/ceritanya. Mengulang kembali pernyataan konseli juga bisa
menjadi sarana yang baik untuk meminta informasi yang lebih banyak, sambil
tetap tinggal pada pokok yang sama yang dikemukakan konseli.
4.
Waktu Diam
Dalam suatu percakapan, pada umumnya jika salah satu pihak diam, pihak
yang lain akan mulai berbicara. Akibatnya, suasana akan terasa tegang apabila
kedua belah pihak sama-sama diam. Dalam situasi semacam ini, jangan melulu
mencoba untuk memberikan pertanyaan, menawarkan jaminan, atau memberikan usulan
solusi. Sebaliknya, cobalah untuk memandang saat-saat diam itu dari sudut
pandang konseli. Kemungkinan, konseli sedang merenungkan kembali apa yang telah
diceritakannya kepada konselor. Ketika Anda memberi jeda waktu untuk berdiam
diri, ini pun merupakan komunikasi yang positif karena dengan begitu, berarti
Anda menghormati konseli dan memberikan waktu kepadanya untuk memikirkan
masalahnya. Namun demikian, jangan terlalu banyak berdiam diri karena konseli
menanti reaksi Anda setelah Anda mendengarkannya. Dan sebaiknya, Anda
menggunakan saat diam ini lebih banyak pada waktu awal-awal konseli
mengungkapkan isi hatinya dan bukan pada percakapan selanjutnya. Hindarilah
konfrontasi yang tidak berguna, dan apabila konseli tidak tahu harus mengatakan
apa, berikanlah nasihat di luar waktu diam ini. Sebaliknya, kembalilah pada
pokok yang menjadi perhatian konseli.
5.
Fokus
Pendengar yang aktif dapat memengaruhi apa yang akan dibicarakan lawan
bicaranya. Respons Anda terhadap suatu pernyataan akan membuat respons konseli
terfokus pada Anda. Kita memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengarahkan
pembicaraan, bahkan hanya dengan jawaban-jawaban yang singkat sekalipun.
Konselor sebaiknya memberikan beberapa pandangan kepada konseli. Akan tetapi,
konselor akan frustrasi saat ia mencoba menolong konseli untuk memfokuskan
perhatiannya, tetapi konseli malah berusaha mengalihkan perhatiannya karena ia
ingin menghindari daerah tertentu. Ingatlah bahwa suatu hubungan bergantung
pada kedua belah pihak yang bersangkutan. Jadi, jangan mengambil tanggung jawab
yang terlalu banyak atau sedikit dalam menolong seseorang untuk berubah.
6.
Pertanyaan
Jika tidak dipakai secara berlebihan, pertanyaan bisa menjadi salah
satu cara terbaik untuk mendorong seseorang menceritakan masalahnya. Pertanyaan
dapat mendorong konseli untuk memberikan informasi umum, memberikan
contoh-contoh spesifik yang menggambarkan masalahnya, dll.. Akan tetapi, fungsi
utama pertanyaan-pertanyaan itu adalah memfokuskan perhatian konseli pada hal
yang Anda inginkan. Berikut adalah beberapa panduan untuk menyampaikan
pertanyaan kepada konseli.
a.
Jangan menggunakan "dua puluh pertanyaan". Artinya, jangan
mengubah proses konseling menjadi acara tanya jawab -- Anda bertanya, konseli
menjawab. Jangan memberikan pertanyaan yang bisa dijawab dengan "ya"
atau "tidak". Pertanyaan-pertanyaan yang singkat memang dapat mengarahkan
pembicaraan kepada apa yang Anda inginkan, dan menolong Anda untuk memperoleh
informasi yang detail dan spesifik. Akan tetapi, pertanyaan-pertanyaan yang
memerlukan jawaban yang panjang, juga membantu Anda untuk memahami kasus yang
Anda hadapi dengan lebih baik.
b.
Mintalah jawaban satu per satu. Pertanyaan-pertanyaan bercabang dapat
membingungkan konseli. Jadi, usahakan untuk memberikan pertanyaan yang jitu,
yang tidak membuat konseli kebingungan untuk menjawab.
c.
Hindari pertanyaan yang memberikan pilihan terbatas. Pertanyaan
semacam ini menghasilkan jawaban yang terbatas juga. Bahkan, pertanyaan semacam
ini biasanya juga membuat kita bersikap defensif.
d.
Berhematlah dengan pertanyaan yang memakai kata "mengapa".
Pertanyaan mengapa bisa membuat orang merasa tertekan dan akhirnya ia akan
menjadi defensif.
e.
Berpikirlah sebelum bertanya. Pertanyaan-pertanyaan bisa mengganggu
proses percakapan normal. Oleh karena itu, sebelum Anda mengajukan pertanyaan,
cobalah pertimbangkan apakah pertanyaan Anda menentukan pengertian Anda tentang
konseli atau masalahnya. Usahakanlah untuk membuat percakapan konseling terasa
nyaman, dan konseli mau memberikan informasi secara sukarela, bukan seperti
seorang polisi yang sedang menginterogasi terdakwa.
f.
Pencerminan isi. Seorang konselor harus menyaring informasi yang
diperolehnya dari konseli dan menyampaikan kembali apa yang dipahaminya dengan
bahasanya sendiri. Hal ini berbeda dari menyatakan kembali isi cerita. Jika
pencerminan isi ini dilakukan dengan tepat dan peka, hal ini dapat memperlancar
percakapan dan menunjukkan bahwa Anda sedang terlibat aktif dalam mendengarkan
masalah konseli dan menolongnya untuk menjelaskan masalah-masalahnya. Jika Anda
mencerminkan isi cerita konseli dengan tepat, Anda berdua menjadi lebih akrab,
kemudian kehangatan dan saling memerhatikan ini menyiapkan jalan bagi
saran-saran yang akan didengarnya dan dilakukannya di kemudian hari.
g.
Pencerminan perasaan. Pencerminan perasaan dapat memperkuat hubungan
yang hangat dan saling memercayai. Pencerminan perasaan juga dapat menolong
konseli dalam menyadari perasaannya, lalu menerima dan menelitinya. Namun
demikian, pencerminan perasaan menuntut adanya pembedaan-pembedaan yang halus
dan ini paling baik dilakukan satu per satu. Ada lima langkah yang dapat kita
lakukan untuk menghasilkan pencerminan perasaan yang efektif, antara lain
berikut ini:
§ matilah tingkah laku
(perhatikan ekspresi wajah, nada suara, dan tingkat energi secara keseluruhan).
§ engarlah dengan cermat apa
yang dikatakan konseli.
§ ertanyalah kepada diri
sendiri.
§ akinkanlah bahwa konseli
memahami arti kata-kata Anda.
§ usunlah kata-kata yang
melukiskan perasaan ke dalam suatu kalimat.
h.
Membuat ringkasan. Ringkasan dibuat setelah melakukan percakapan yang
panjang dan mendapat keterangan-keterangan yang relatif singkat. Ambillah inti
sari dari peristiwa yang dialami konseli. Ringkasan dapat menolong pada
permulaan sesi konseling sesudah berpisah untuk beberapa hari. Ringkasan sangat
berguna saat seseorang tampaknya sudah selesai berbicara tentang suatu hal,
suatu pengamatan yang dilakukan sendiri tampak sudah jelas arahnya. Ringkasan
juga berguna untuk mengarahkan perhatian dan membantu menyusun kaitan satu
informasi dengan informasi yang lain dan untuk memperkenalkan suatu rencana
yang akan dilaksanakan. Agar konseling lebih efektif, konselor sebaiknya
menyarankan konseli untuk membuat ringkasan juga.
i.
Menggabungkan semuanya. Poin-poin sebelumnya membantu kita untuk
mengutarakan pengertian kita dan memperbanyak peluang kita untuk memeriksa
apakah kita benar-benar mengerti maksud konseli. Jika masih ada bagian yang
belum dimengerti, lebih baik mengonfirmasi ulang dengan konseli kita.
Demikianlah keterampilan yang harus ditingkatkan dalam mendengarkan
konseli dengan efektif dalam kasih. Namun demikian, terkadang kita memerlukan keterampilan
lebih tinggi untuk melakukannya, yaitu dengan mengembangkan diri untuk cepat
tanggap, konfrontasi, dan keterbukaan diri.
j.
Cepat tanggap, artinya memfokuskan perhatian pada peristiwa/cerita
yang disampaikan konseli. Akan tetapi, kita juga tidak perlu cepat tanggap
secara berlebihan. Karena sikap cepat tanggap yang terlalu banyak dan terlalu
dini, justru dapat mengancam keakraban seseorang, dan hal itu menutup pintu
untuk komunikasi yang lebih lanjut. Sikap cepat tanggap jika dilakukan dengan
tepat dapat meredakan ketegangan hubungan kita dengan konseli, menyalurkan
percakapan yang tidak menentu dan menyelesaikan soal ketergantungan versus
otonomi.
k.
Konfrontasi, artinya kita menunjukkan hal-hal yang kelihatannya tidak
konsisten dengan akurat. Jadi, ini bukan sekadar tidak sepakat dengan seseorang
yang memunyai pandangan yang berbeda dari kita. Konfrontasi di sini juga tidak
berarti bermusuhan, melainkan mencari tahu tingkah laku yang bertentangan. Oleh
karena itu, hindarilah untuk mengadili dan mengatakan pendapat kita sendiri
kepada konseli. Maksud dari konfrontasi bukanlah mengalahkan atau menghukum
konseli. Maksudnya ialah untuk menolongnya mengenali, meneliti, dan
menyelesaikan pertentangan, dan dengan demikian ikut menyumbangkan sesuatu demi
tercapainya suatu gambaran tentang dirinya sendiri yang konsisten dan lebih
akurat. Intinya, nyatakanlah tingkah laku yang bertentangan dengan cara yang
dapat merangsang konseli untuk mau menelitinya, bersikaplah tentatif (bisa
diubah), bersiap sedialah untuk menghadapi ketidakpastian atau permusuhan, dan
bicarakanlah hal ini dengan tidak bersikap defensif.
l.
Membuka diri, artinya menceritakan kepada orang lain tentang diri kita
sesuai dengan apa yang sedang menjadi perhatian orang lain. Dengan membuka
diri, kita memberikan kesempatan untuk timbulnya rasa saling memercayai,
sehingga konseli merasa nyaman untuk menceritakan dirinya kepada kita. Akan
tetapi, dalam menerapkan ini, kita harus bijaksana sehingga kita berhasil
membuat konseli merasa nyaman dan tidak salah telah datang kepada kita untuk
meminta pertolongan. Sebaliknya, jika kita terlalu mendominasi dan banyak
menceritakan tentang diri kita sendiri, hal ini dapat mengakibatkan konseli
merasa jengkel dan akhirnya tidak mau lagi bertemu dengan kita. Jadi, kuncinya
adalah jangan berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar